Kewajiban Terhadap Istri dan Mumaiyiz

تنبيه) ذكر السمعاني في زوجة صغيرة ذات أبوين أن وجوب ما مر عليهما فالزوج وقضيته وجوب ضربها وبه ولو في الكبيرة صرح جمال الإسلام البزري قال شيخنا وهو ظاهر إن لم يخش نشوزا وأطلق الزركشي الندب
(وأول واجب) حتى على الأمر بالصلاة كما قالوا (على الآباء) ثم على مر من (تعليمه) أي المميز (أن نبينا محمدا صلى الله عليه وسلم بعث بمكة) وولد بها (ودفن بالمدينة) ومات بها  

(Tanbih) as-Sam’any menyebutkan tentang seorang istri yang masih anak-anak yang mempunyai kedua orang tuanya bahwa kewajiban yang telah disebutkan dipundakkan kepada kedua orang tuanya, [jika kedua orang tuanya tidak ada] maka kewajiban tersebut berpindah kepada suami. Kewajiban ini menghendaki kepada wajib (terhadap orang tua kemudian suami) memukuli istri yang masih kecil (jika tidak mematuhi, sama seperti memukul mumaiyyiz).

Jamalul Islam al-Bizry menjelaskan bahwa kewajiban memukul tersebut juga berlaku sekalipun pada istri yang dewasa. Berkata Syaikhuna (Ibn Hajar al-Haitamy) pendapan ini dhahir (jelas/kuat) apabila tidak ditakutkan akan terjadi nusyuz (penolakan ketaatan olehistri terhadap suami). Imam az-Zarkasyi mengatakan bahwa hukumnya sunat secara muthlaq (ditakutkan nusyuz atau tidak).

Kewajiban paling awal yang dipundakkan kepada kedua orang tua kemudian kepada orang yang telah disebutkan, sehingga lebih didahulukan dari pada perintah dengan shalat, sebagai mana telah dijelaskan oleh semua Ulama, adalah mengajari mumaiyiz bahwa sesungguhnya Nabi kita Saiyyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat (sebagai Rasul) dan dilahirkan di Kota Suci Mekkah dan di makamkan dan wafat di Kota Suci Madinah.*

*Kemungkinan penyebab Mushannif (pengarang) memilih menyebutkan kewajiban pertama ini adalah bahwa orang yang mengingkari kedua hal ini akan menjadi kafir dan hal ini merupakan hal yang kadang sering dilupakan oleh masyarakat umum. Namun demikian, kewajiban pertama yang harus diajarkan kepada mumaiyiz bukan hanya ini saja melainkan I’tiqad lima puluh dan beberapa hal lain yang telah disepakati kewajibannya, seperti mengetahui Nasab Rasulullah dan lainnya.

Wallahua’lam.
Fathul Mu’in, Juz. I, Hal. 25, Cet. Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar