Fathul Mu'in (Bab Shalat)

باب الصلاة  هي شرعا أقوال وأفعال مخصوصة مفتتحة بالتكبير مختتمة بالتسليم وسميت بذلك لاشتمالها على الصلاة لغة وهي الدعاء  والمفروضات العينية خمس في كل يوم وليلة معلومة من الدين بالضرورة فيكفر جاحدها ولم تجتمع هذه الخمس لغير نبينا محمد صلى الله عليه وسلم وفرضت ليلة الإسراء بعد النبوة بعشر سنين وثلاثة أشهر ليلة سبع وعشرين من رجب ولم تجب صبح يوم تلك الليلة لعدم العلم بكيفيتها

BAB SHALAT
Shalat dalam definisi Syara' adalah : Segala perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam. Dinamakan Shalat dengan demikian (lafadh Shalat) karena di dalam terdapat Shalat dalam pengertian bahasa. Shalat menurut bahasa adalah Doa.

Shalat yang difardhukan untuk setiap muslim sehari semalam lima waktu. Kewajiban ini diketahui secara dharuri (mudah/setiap orang) dalam agama Islam, karena itu orang yang mengingkarinya dihukumkan dengan kafir. Shalat lima waktu ini tidak berhimpun bagi selain Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Shalat difardhukan pada malam Isra' dua puluh rajab, dua puluh tahun tiga bulan setelah pengangkatan Rasulullah. Shalat subuh pada hari Isra' tidak diwajibkan karena belum ada ilmu dengan tata cara pelaksanaannya.

( إنما تجب المكتوبة ) أي الصلوات الخمس ( على ) كل ( مسلم مكلف ) أي بالغ عاقل ذكر أو غيره ( طاهر ) فلا تجب على كافر أصلي وصبي ومجنون ومغمى عليه وسكران بلا تعد لعدم تكليفهم ولا على حائض ونفساء لعدم صحتها منهما ولا قضاء عليهما بل تجب على مرتد ومتعد بسكر

Sesungguhnya diwajibkan al-maktubah artinya Shalat lima waktu terhadap setiap muslim yang mukallaf, artinya baligh (telah sampai umur) berakal laki-laki atau lainnya, lagi yang suci. Maka tidak diwajibkan shalat terhadap kafir asli, anak-anak, orang gila, orang pitam dan orang mabuk tanpa unsur kesengajaan disebabkan ketiadaan ditaklif (dituju hukum) kepada mereka. Juga tiada diwajibkan shalat terhadap perempuan yang berhaidh dan bernifas karena tiada sah shalat keduanya dan tiada (diperintahkan) qadha terhadap keduanya. Namun diwajibkan qadha kepada murtad dan orang yang sengaja mabuk.

( ويقتل ) أي ( المسلم ) المكلف الطاهر حدا بضرب عنقه ( إن أخرجها ) أي المكتوبة عامدا ( عن وقت جمع ) لها إن كان كسلا مع اعتقاد وجوبها ( إن لم يتب ) بعد الاستتابة وعلى ندب الاستتابة لا يضمن من قتله قبل التوبة لكنه يأثم ويقتل كفرا إن تركها جاحدا وجوبها فلا يغسل ولا يصلى عليه
( ويبادر ) من مر ( بفائت ) وجوبا إن فات بلا عذر فيلزمه القضاء فورا قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه وأنه يحرم عليه التطوع ويبادر به ندبا إن فات بعذر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك

Dan dibunuhkan sebagai “had” (atas nama had [ganjaran], artinya bukan sebagai kafir) Muslim yang mukallaf lagi yang suci dengan memotong lehernya, jika mengeluarkan shalat maktubah (fardhu) dari waktu jama’ bagi shalat terseut secara sengaja karena malas mengerjakan shalat dan beri’tiqad wajib shalat. Hal ini apabila ia belum bertaubat setelah diperintah untuk bertaubat. Berpijak atas pendapat sunat perintah taubat, seesorang yang membunuh orang yang meninggalkan shalat sebelum bertaubat tidak diberatkan untuk membayar diyat, tetapi seseorang tersebut berdosa. Jika seseorang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban shalat maka orang tersebut dibunuh sebagai kafir, karena itu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

Dan diwajibkan kepada orang yang telah disebutkan (Muslim yang mukallaf lagi yang suci) untuk mengqadhakan shalat yang tinggal. Jika meninggalkan shalat tanpa keuzuran (alasan yang diterima oleh agama) maka diwajibkan kepadanya untuk mengqadhakannya dengan segera. Syaikhuna Ahmad bin Hajar rahimahullah (Ibnu Hajar al-Haitami) berkata : “Secara dhahir bahwa wajib terhadap seseorang yang meninggalkan shalat tanpa uzur menggunakan seluruh waktunya selain waktu yang tidak boleh tidak untuk kebutuhannya untuk mengqadhakan shalatnya. Dan haram terhadapnya mengerjakan shalat sunat”.
Disunatkan menyegerakan qadha jika tertinggal shalatnya karena ada uzur seperti tidur yang tidak disengaja dan juga lupa.

Note : Tidur yang disengaja maksudnya tidur saat waktu shalat telah tiba atau hampir tiba dan ia yakin atau ragu tidak akan terbangun untuk melakukan shalat. Jika ia tidur bukan dalam waktu shalat dan tidak terbangun hingga lewat waktu shalat, maka dikatakan tidur yang tidak disengaja.


( ويسن ترتيبه ) أي الفائت فيقضي الصبح قبل الظهر وهكذا ( وتقديمه على حاضرة لا يخاف فوتها ) إن فات بعذر وإن خشي فوت جماعتها على المعتمد
وإذا فات بلا عذر فيجب تقديمه عليها أما إذا خاف فوت الحاضرة بأن يقع بعضها وإن قل خارج الوقت فيلزمه البدء بها ويجب تقديم ما فات بغير عذر على ما فات بعذر وإن فقد الترتيب لأنه سنة
والبدار واجب ويندب تأخير الرواتب عن الفوائت بعذر ويجب تأخيرها عن الفوائت بغير عذر
( تنبيه ) من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه وفي قول أنها تفعل عنه أوصى بها أم لا حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه وفعل به السبكي عن بعض أقاربه

Dan disunatkan mengqadha shalat yang tertinggal secara tertib, karena itu diqadhakan lebih dahulu shalat Subuh sebelum shalat Zhuhur dan seterusnya. Disunatkan juga mendahulukan shalat qadha (shalat diluar waktunya) atas shalat hadhir (shalat dalam waktunya) jika tidak ditakutkan habis waktu shalat hadhir, hal ini jika tertinggal shalat yang harus diqadha disebabkan uzur (alasan yang dibolehkan oleh agama) sekalipun karena mendahulukan qadha tidak sempat melaksanakan shalat hadhir secara berjamaah, berdasarkan pendapat yang mu’tamad (kuat).

Apabila shalat yang luput (tertinggal) bukan karena sebuah ke-uzuran maka wajib mendahulukan shalat qadha atas shalat hadhir. Adapun apabila ditakutkan habis waktu untuk shalat hadhir (jika didahulukan shalat qadha), seperti akan ada sebagian, sekalipun sedikit,  shalat hadhir yang dilakukan diluar waktunya maka wajib terhadap seseorang untuk memulai dengan shalat hadhir. Dan diwajibkan mendahulukan shalat yang luput dengan tanpa uzur atas shalat yang luput dengan adanya uzur, sekalipun tidak terjadi tertib karena mengqadha secara tertib hukumnya sunat.

Menyegerakan (qadha shalat) hukumnya wajib. Disunatkan mentakkhirkan shalat sunat rawatib (shalat sunat yang mengiringi shalat fardhu) dari pada shalat yang luput dengan uzur dan wajib mentakkhirkan shalat sunat rawatib dari pada shalat yang luput tanpa uzur.

(Penting) Apabila seseorang meninggal dunia padahal wajib atasnya shalat fardhu (karena tidak dikerjakan semasa hidupnya) maka tidak boleh diqadhakan (oleh orang lain) dan tidak boleh digantikan dengan fidyah. Menurut sebuah pendapat boleh dikerjakan shalatnya (oleh orang lain) diwasiatkan oleh mait (untuk mengqadhakannya) ataupun tidak. Pendapat ini (boleh dilakukan shalatnya oleh orang lain) diriwayat oleh al-‘Ubady dari pada Imam Syafi’i rahimahullah berdalilkan sebuah Hadits (riwayat Imam Bukhari. I’anatuth Thalibin). (Mengamalkan pendapat ini) Imam Subki pernah mengqadhakan shalat sebagian kerabatnya.


( ويؤمر ) ذو صبا ذكر أو انثى ( مميز ) بأن صار يأكل ويشرب ويستنجي وحده أي يجب على كل من أبويه وإن علا ثم الوصي
 وعلى مالك الرقيق أن يأمر ( بها ) أي الصلاة ولو قضاء وبجميع شروطها ( لسبع ) أي بعد سبع من السنين أي عند تمامها وإن ميز قبلها وينبغي مع صيغة الأمر التهديد

Dan diperintahkan untuk melakukan shalat walaupun shalat qadha terhadap anak kecil laki-laki atau perempuan yang telah mumaiyiz, yaitu anak-anak yang telah mampu makan, minum dan beristinja’ (bersuci dari kencing dan berak) dengan sendirinya. Artinya (perintah menyuruh anak yang sudah mumaiyiz untuk mengerjakan shalat sekalipun shalat qadha) diwajibkan terhadap kedua orang tuanya, selanjutnya (jika tidak ada kedua orang tuanya) diwajibkan terhadap kakeknya dan seterusnya (ke atas, ayah kakek, ayah ayah kakek dst) kemudian (jika tidak ada orang tuanya dan tidak ada kakeknya) diwajibkan terhadap washi (orang yang menerima wasiat untuk menjaga dan mendidik anak-anak) begitu juga diwajibkan terhadap pemilik hamba sahaya (memerintahkan budaknya). Dan wajib pula memerintahkan anak yang telah mumaiyiz untuk menyempurnakan semua syarat shalat. Perintah ini ditujukan kepada anak kecil yang mumaiyiz apanila ia telah berusia tujuh tahun, maksudnya telah genab usianya tujuh tahun, sekalipun ia telah mumaiyiz sebelum sampai pada usia tujuh tahun. Dan jika diperlukan (seperti ia tidak mau shalat), maka boleh menegaskan perintah ini (seperti memarahi atau membentak).


( ويضرب ) ضربا غير مبرح وجوبا ممن ذكر ( عليها ) أي على تركها ولو قضاء أو ترك شرطا من شروطها ( لعشر ) أي بعد استكمالها للحديث الصحيح مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها ( كصوم أطاقه ) فإنه يؤمر به لسبع ويضرب عليه لعشر كالصلاة وحكمة ذلك التمرين على العبادة ليتعودها فلا يتركها وبحث الأذرعي في قن صغير كافر نطق بالشهادتين أنه يؤمر ندبا بالصلاة والصوم يحث عليهما من غير ضرب ليألف الخير بعد بلوغه وإن أبى القياس ذلك انتهى

Dan wajib terhadap orang yang telah disebutkan (ayah, ibu, kakek dan seterusnya) memukul mumaiyiz yang telah sempurna umurnya sepuluh tahun (pukulan) yang tidak melukai karena meninggalkan shalat walaupun shalat qadha’ atau karena meninggalkan sebuah syarat dari syarat-syarat shalat. (Kewajiban memukul ini) berdasarkan Hadits Shahih “Perintahkan olehmu anak-anak mengerjakan shalat apabila telah sampai umurnya tujuh tahun. Dan apabila ia telah berusia sepeuluh tahun maka pukul olehmu anak tersebut karena meninggalkan shalat”. Seperti puasa yang ia sanggup kerjakan, maka anak-anak yang sanggup mengerjakan puasa diperintahkan (oleh orang tuanya) saat berusia tujuh tahun dan dipukul karena meninggalkan puasa saat telah berusia sepuluh tahun, sama juga seperti shalat.

Hikmah demikian (perintah shalat sejak dini) adalah untuk mendidik anak usia dini dalam beribadah suapay menjadi kebiasaannya maka ia tidak akan meninggalkannya (kemudian hari). Imam Azra’iy membahas tentang budak/hamba sahaya kafir yang mengucapkan dua kalimat syahadah bahwa disunatkan memerintahkan kepadanya shalat dan puasa dengan mengajaknya melakukannya shalat dan puasa tanpa memukul. Tujuannya agar ia terbiasa dengan kebaikan saat baligh nanti, sekalipun hukum ini bertentangan dengan maksud hukum dari perintah Rasulullah. Demikian Imam Azra’iy.


ويجب أيضا على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات ونحوها من سائر الشرائع الظاهرة ولو سنة كسواك وأمره بذلك ولا ينتهي وجوب ما مر على من مر إلا ببلوغه رشيدا وأجرة تعليمه ذلك كالقرآن والآداب في ماله ثم على أبيه ثم على أمه

Dan wajib pula terhadap orang-orang yang telah disebutkan (ayah, ibu, kakek dan seterusnya), mencegah/melarang mumayyiz (anak-anak yang telah mampu makan, minum dan beristinja’ (bersuci dari kencing dan berak) dengan sendirinya) dari segala sesuatu yang diharamkan dalam agama. Dan wajib pula mengajarinya seluruh kewajiban (seperti shalat, puasa, zakat, haji dan juga hal yang berkaitan dengannya seperti rukun-rukun dan syarat-syarat) dan juga yang seumpama kewajiban, yaitu semua syari’at yang dhahir (diketahui oleh semua lapisan masyarakat Islam) walaupun syariat tersebut adalah sunat, seperti mengajarinya tentang bersugi/bersiwak (menggosok gigi) dan memerintahkannya dengan bersugi.

Kepada orang-orang yang telah disebutkan, kewajiban yang telah disebutkan ini tidak berakhir sehingga mumaiyiz tersebut sampai pada masa Rasyid (mampu menjaga agama dan harta dengan benar).
Beban biaya pendidikan anak-anak seperti belajar al-Quran dan Adab (Tasauf) diambil dari harta si anak, jika tidak ada maka dari harta bapaknya kemudian dari harta ibunya.


(تنبيه) ذكر السمعاني في زوجة صغيرة ذات أبوين أن وجوب ما مر عليهما فالزوج وقضيته وجوب ضربها وبه ولو في الكبيرة صرح جمال الإسلام البزري قال شيخنا وهو ظاهر إن لم يخش نشوزا وأطلق الزركشي الندب
(وأول واجب) حتى على الأمر بالصلاة كما قالوا (على الآباء) ثم على مر من (تعليمه) أي المميز (أن نبينا محمدا صلى الله عليه وسلم بعث بمكة) وولد بها (ودفن بالمدينة) ومات بها

(Tanbih) as-Sam’any menyebutkan tentang seorang istri yang masih anak-anak yang mempunyai kedua orang tuanya bahwa kewajiban yang telah disebutkan dipundakkan kepada kedua orang tuanya, [jika kedua orang tuanya tidak ada] maka kewajiban tersebut berpindah kepada suami. Kewajiban ini menghendaki kepada wajib (terhadap orang tua kemudian suami) memukuli istri yang masih kecil (jika tidak mematuhi, sama seperti memukul mumaiyyiz).

Jamalul Islam al-Bizry menjelaskan bahwa kewajiban memukul tersebut juga berlaku sekalipun pada istri yang dewasa. Berkata Syaikhuna (Ibn Hajar al-Haitamy) pendapan ini dhahir (jelas/kuat) apabila tidak ditakutkan akan terjadi nusyuz (penolakan ketaatan olehistri terhadap suami). Imam az-Zarkasyi mengatakan bahwa hukumnya sunat secara muthlaq (ditakutkan nusyuz atau tidak).

Kewajiban paling awal yang dipundakkan kepada kedua orang tua kemudian kepada orang yang telah disebutkan, sehingga lebih didahulukan dari pada perintah dengan shalat, sebagai mana telah dijelaskan oleh semua Ulama, adalah mengajari mumaiyiz bahwa sesungguhnya Nabi kita Saiyyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat (sebagai Rasul) dan dilahirkan di Kota Suci Mekkah dan di makamkan dan wafat di Kota Suci Madinah.*

*Kemungkinan penyebab Mushannif (pengarang) memilih menyebutkan kewajiban pertama ini adalah bahwa orang yang mengingkari kedua hal ini akan menjadi kafir dan hal ini merupakan hal yang kadang sering dilupakan oleh masyarakat umum. Namun demikian, kewajiban pertama yang harus diajarkan kepada mumaiyiz bukan hanya ini saja melainkan I’tiqad lima puluh dan beberapa hal lain yang telah disepakati kewajibannya, seperti mengetahui Nasab Rasulullah dan lainnya.

Kewajiban Terhadap Istri dan Mumaiyiz

تنبيه) ذكر السمعاني في زوجة صغيرة ذات أبوين أن وجوب ما مر عليهما فالزوج وقضيته وجوب ضربها وبه ولو في الكبيرة صرح جمال الإسلام البزري قال شيخنا وهو ظاهر إن لم يخش نشوزا وأطلق الزركشي الندب
(وأول واجب) حتى على الأمر بالصلاة كما قالوا (على الآباء) ثم على مر من (تعليمه) أي المميز (أن نبينا محمدا صلى الله عليه وسلم بعث بمكة) وولد بها (ودفن بالمدينة) ومات بها  

(Tanbih) as-Sam’any menyebutkan tentang seorang istri yang masih anak-anak yang mempunyai kedua orang tuanya bahwa kewajiban yang telah disebutkan dipundakkan kepada kedua orang tuanya, [jika kedua orang tuanya tidak ada] maka kewajiban tersebut berpindah kepada suami. Kewajiban ini menghendaki kepada wajib (terhadap orang tua kemudian suami) memukuli istri yang masih kecil (jika tidak mematuhi, sama seperti memukul mumaiyyiz).

Jamalul Islam al-Bizry menjelaskan bahwa kewajiban memukul tersebut juga berlaku sekalipun pada istri yang dewasa. Berkata Syaikhuna (Ibn Hajar al-Haitamy) pendapan ini dhahir (jelas/kuat) apabila tidak ditakutkan akan terjadi nusyuz (penolakan ketaatan olehistri terhadap suami). Imam az-Zarkasyi mengatakan bahwa hukumnya sunat secara muthlaq (ditakutkan nusyuz atau tidak).

Kewajiban paling awal yang dipundakkan kepada kedua orang tua kemudian kepada orang yang telah disebutkan, sehingga lebih didahulukan dari pada perintah dengan shalat, sebagai mana telah dijelaskan oleh semua Ulama, adalah mengajari mumaiyiz bahwa sesungguhnya Nabi kita Saiyyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat (sebagai Rasul) dan dilahirkan di Kota Suci Mekkah dan di makamkan dan wafat di Kota Suci Madinah.*

*Kemungkinan penyebab Mushannif (pengarang) memilih menyebutkan kewajiban pertama ini adalah bahwa orang yang mengingkari kedua hal ini akan menjadi kafir dan hal ini merupakan hal yang kadang sering dilupakan oleh masyarakat umum. Namun demikian, kewajiban pertama yang harus diajarkan kepada mumaiyiz bukan hanya ini saja melainkan I’tiqad lima puluh dan beberapa hal lain yang telah disepakati kewajibannya, seperti mengetahui Nasab Rasulullah dan lainnya.

Wallahua’lam.
Fathul Mu’in, Juz. I, Hal. 25, Cet. Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia.

Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Munkar Kepada Anak.

ويجب أيضا على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات ونحوها من سائر الشرائع الظاهرة ولو سنة كسواك وأمره بذلك
ولا ينتهي وجوب ما مر على من مر إلا ببلوغه رشيدا وأجرة تعليمه ذلك كالقرآن والآداب في ماله ثم على أبيه ثم على أمه

Dan wajib pula terhadap orang-orang yang telah disebutkan (ayah, ibu, kakek dan seterusnya), mencegah/melarang mumayyiz (anak-anak yang telah mampu makan, minum dan beristinja’ (bersuci dari kencing dan berak) dengan sendirinya) dari segala sesuatu yang diharamkan dalam agama. Dan wajib pula mengajarinya seluruh kewajiban (seperti shalat, puasa, zakat, haji dan juga hal yang berkaitan dengannya seperti rukun-rukun dan syarat-syarat) dan juga yang seumpama kewajiban, yaitu semua syari’at yang dhahir (diketahui oleh semua lapisan masyarakat Islam) walaupun syariat tersebut adalah sunat, seperti mengajarinya tentang bersugi/bersiwak (menggosok gigi) dan memerintahkannya dengan bersugi.

Kepada orang-orang yang telah disebutkan, kewajiban yang telah disebutkan ini tidak berakhir sehingga mumaiyiz tersebut sampai pada masa Rasyid (mampu menjaga agama dan harta dengan benar).
Beban biaya pendidikan anak-anak seperti belajar al-Quran dan Adab (Tasauf) diambil dari harta si anak, jika tidak ada maka dari harta bapaknya kemudian dari harta ibunya.

Wallahua’lam.
Fathul Mu’in, Juz. I, Hal. 25, Cet. Daar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, Indonesia.

المذاهب الأربعة تقر بمشروعية التوسل


جواز التوسل بالنبي محمد صلى الله عليه وسلم

الدليل على جواز التوسل بالنبي عليه الصلاة والسلام ما رواه الحافظ الطبراني في معجميه الكبير والصغير عن الصحابي عثمان بن حُنيف وحكم بصحته: حديث الأعمى :أن رجلاً كان يختلف إلى عثمان بن عفان، فكان عثمان لا يلتفت إليه ولا ينظر في حاجته، فلقي عثمانَ بن حنيف، فشكى إليه ذلك، فقال: "ائت الميضأة فتوضأ ثم صلّ ركعتين ثم قل: اللّهم إني أسألك وأتوجّه إليك بنبيك محمد نبي الرحمة، يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في حاجتي لتقضى لي، ثم رُحْ حتى أروح معك". فانطلق الرجل ففعل ما قال ثم أتى باب عثمان، فجاء البواب فأخذه بيده فأدخله على عثمان بن عفان، فأجلسه على طنفسته فقال: "ما حاجتك؟"، فذكر له حاجته، فقضى له حاجته، وقال: "ما ذكرتُ حاجتَك حتى كانت هذه الساعة"، ثم خرج من عنده فلقي عثمانَ بن حُنيف فقال: "جزاك اللّه خيراً ما كان ينظر في حاجتي ولا يلتفت إليّ حتى كلمته فيّ"، فقال عثمان بن حُنيف: "واللّه ما كلمته ولكن شهدت رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم وقد أتاه ضرير فشكا إليه ذهاب بصره فقال صلى اللّه عليه وسلم: "إن شئت صبرت وإن شئت دعوت لك، قال: يا رسول اللّه إنه شق علي ذهاب بصري وإنه ليس لي قائد، فقال له: ائت الميضأة فتوضأ وصلّ ركعتين ثم قل هؤلاء الكلمات" ففعل الرجل ما قال، فواللّه ما تفرقنا ولا طال بنا المجلس حتى دخل علينا الرجل وقد أبصر كأنه لم يكن به ضر قط". الطبراني يصحح حديث الأعمى :قال الطبراني: "والحديث صحيح"، ففيه دليل على أن الأعمى توسّل بالنبي صلى اللّه عليه وسلم في غير حضرته، بل ذهب إلى الميضأة فتوضأ وصلى ودعا باللفظ الذي علّمه رسول اللّه، ثم دخل على النبي صلى اللّه عليه وسلم والنبي لم يفارق مجلسه لقول راوي الحديث عثمان بن حُنيف: فواللّه ما تفرقنا ولا طال بنا المجلس حتى دخل علينا وقد أبصر . جواز قول يا محمدوأما الدليل على جواز قول يا محمد مع الاعتقاد أنه لا ضار ولا نافع على الحقيقة إلا اللّه فهو ما رواه الإمام البخاري في كتابه الأدب المفرد تحت باب: ما يقول الرجل إذا خدرت رجله، قال : " خدِرت رجل ابن عمر فقال له رجل: اذكر أحب الناس إليك، فقال: يا محمد ".
 
المذاهب الأربعة تقر بمشروعية التوسل
 وإليك أقوال العلماء من المذاهب الأربعة الدّالة على جواز التوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم وأنه ليس شركاً: جواز التوسل بالنبي من أقوال العلماء:

المذهب الحنفي:
قال في الفتاوى الهندية (ج١ /۲٦٦) من كتاب المناسك: باب: خاتمة في زيارة قبر النبي صلى اللّه عليه وسلم، بعد أن ذكر كيفية وآداب زيارة قبر الرسول صلى اللّه عليه وسلم، ذكر الأدعية التي يقولها الزائر فقال: "ثم يقف (أي الزائر) عند رأسه صلى اللّه عليه وسلم كالأوّل ويقول: اللَّهمّ إنك قلت وقولك الحق: وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ، الآية (النساء/٦٤)، وقد جئناك سامعين قولك طائعين أمرك، مستشفعين بنبيك إليك".

المذهب المالكي:
قال ابن الحاج المالكي المعروف بإنكاره للبدع في كتابه المدخل (ج١ /۲٥٩-۲٦٠) ما نصه: "فالتوسل به عليه الصلاة والسلام هو محل حطّ أحمال الأوزار وأثقال الذنوب والخطايا لأن بركة شفاعته عليه الصلاة والسلام وعظمها عند ربه لا يتعاظمها ذنب، إذ إنها أعظم من الجميع، فليستبشر من زاره ويلجأ إلى اللّه تعالى بشفاعة نبيه عليه الصلاة والسلام مَن لم يزره، اللهم لا تحرمنا شفاعته بحرمته عندك، آمين يا رب العالمين، ومن اعتقد خلاف هذا فهو المحروم".

المذهب الشافعي:
قال النووي في المجموع شرح المهذب (ج۸ /۲٧٤) من كتاب صفة الحج، باب زيارة قبر الرسول صلى اللّه عليه وسلم: "ثم يرجع إلى موقفه الأوّل قبالة وجه رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم ويتوسل به في حق نفسه ويستشفع به إلى ربه".


المذهب الحنبلي:
صاحب المذهب أحمد بن حنبل أجاز التوسل كما نقل عنه الإمام المرداوي الحنبلي في الإنصاف (ج۲ /٤٥٦) من كتاب صلاة الاستسقاء: "ومنها (أي من الفوائد) يجوز التوسل بالرجل الصالح، على الصحيح من المذهب، وقيل يُستحب، قال الإمام أحمد للمروذي: يَتَوسل بالنبي صلى اللّه عليه وسلم في دعائه، وجزم به في المستوعب وغيره".


هذه أربعة نقول من المذاهب الأربعة فيها جواز التوسل بالنبي صلى اللّه عليه وسلم تُبيّن أن المذاهب الأربعة في مسألة التوسل يدٌ واحدة كمسألة زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم، فاقتدِ بهؤلاء العلماء الذين قدوتهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا تُضيّع على نفسك ثواب التوسل بالحبيب المصطفى عليه أفضل الصلاة والسلام. وننصحك أن لا تلتفت إلى من يرمون الناس بالشرك لأنهم توسّلوا بالنبي، فهؤلاء كأنهم يرمون الصحابي عبد الله بن عمر والإمام أحمد بن حنبل والنووي وغيرهم بالشرك، فكُن مع من ذكرنا من العلماء فإنهم ورثة الأنبياء، ودعك ممن شذ

اللهم صل على سيدنا محمد وآله وصحبه الطاهرين وسلم