Pandapat
Ibnu Hajar al-Asqalani tentang boleh takwil ketika beliau mensyarah Hadits Ibn
'Abbas ra. riwayat Imam Bukhari. Berikut Hadits tersebut dan terjemahannya
serta nukilan pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarah
Shahih Muslim.
٤٥٨٨ -
حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ
أَشْيَاخِ بَدْرٍ فَكَأَنَّ بَعْضَهُمْ وَجَدَ فِي نَفْسِهِ فَقَالَ لِمَ تُدْخِلُ
هَذَا مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ فَقَالَ عُمَرُ إِنَّهُ مَنْ قَدْ
عَلِمْتُمْ فَدَعَاهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَأَدْخَلَهُ مَعَهُمْ فَمَا رُئِيتُ أَنَّهُ
دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ قَالَ مَا تَقُولُونَ فِي قَوْلِ اللَّهِ
تَعَالَى إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ فَقَالَ بَعْضُهُمْ أُمِرْنَا
أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا
وَسَكَتَ بَعْضُهُمْ فَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ لِي أَكَذَاكَ تَقُولُ يَا
ابْنَ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ لَا قَالَ فَمَا تَقُولُ قُلْتُ هُوَ أَجَلُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ لَهُ قَالَ إِذَا جَاءَ
نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَذَلِكَ عَلَامَةُ أَجَلِكَ { فَسَبِّحْ بِحَمْدِ
رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا } فَقَالَ عُمَرُ مَا أَعْلَمُ
مِنْهَا إِلَّا مَا تَقُولُ (رواه
البخارى)
Artinya : Haddatsna (memberitahu akan kami) oleh Musa bin Ismail, haddatsna Abu ‘Awanah dari Abi Bisyrin dari Sa’id bin Jubair dari Ibn ‘Abbas berkata ia “Adalah Umar membawa aku masuk (singgah) bersama syaikh-syaikh Badar (Shahabat yang ikut dalam peperangan Badar) maka seolah-olah sebagian mereka marah terhadap Umar dan berkata “Mengapa engkau ajak ini (Ibn ‘Abbas) bersama kita padahal kami mempunyai anak seumur dia” maka berkata Umar “Kalian telah mengenal siapa dia (Ibn ‘Abbas)” Maka Umar memanggil Ibn ‘Abbas pada suatu hari dan mengajak bergabung bersama mereka. (Ibn ‘Abbas berkata) “Tidak aku berpendapat Umar memanggilku kecuali untuk memperlihatkan kepada mereka (kelebihanku)”.
Umar
berkata “Bagaimana pendapat kalian tentang firman Allah إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ
وَالْفَتْحُ ?
Maka sebagian mereka menjawab “Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan
meminta ampun kepada-Nya apabila kita ditolong dan diberikan kemenagan kepada
kita” dan sebahagian Shahabat lain diam tidak menjawab sedikitpun. Maka Umar
berkata kepadaku “Apakah demikian juga pendapatmu wahai Ibn ‘Abbas?” Maka aku
menjawab “Bukan” Umar berkata “Bagaimana pendapatmu” Aku berkata “Dia (إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ُ) adalah ajal
Rasulullah saw. Allah memberitahu kepada Nabi ajalnya, Allah berfirman إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ dan demikianlah ajal engkau. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا Maka
Umar berkata “Aku tidak mengetahui tentang ayat ini kecuali apa yang engkau
katakana” (HR. Bukhari -4588-)
Mensyarah Hadits ini Ibnu Hajar al-Asqalani
berkata pada akhir syarahannya :
وفيه فضيلة ظاهرة لابن عباس وتأثير لاجابة دعوة النبي صلى الله
عليه و سلم أن يعلمه الله التأويل ويفقهه في الدين كما تقدم في كتاب العلم وفيه
جواز تحديث المرء عن نفسه بمثل هذا لأظهار نعمة الله عليه وإعلام من لا يعرف قدره
لينزله منزلته وغير ذلك من المقاصد الصالحة لا للمفاخرة والمباهاة
وفيه جواز تأويل القرآن بما يفهم من الإشارات وإنما يتمكن من ذلك من رسخت قدمه في العلم
وفيه جواز تأويل القرآن بما يفهم من الإشارات وإنما يتمكن من ذلك من رسخت قدمه في العلم
Dan pada Hadits ini terdapat fadhilah (kelebihan) yang nyata bagi Ibn ‘Abbas dan juga bukti maqbulnya (diterimanya) doa Rasulullah saw (yaitu) “bahwa Allah mengajari Ibn ‘Abbas takwil dan memberi pemahaman dalam agama” sebagaimana uraian yang telah lalu pada “Kitab al-Ilmu”. Dan pada Hadits ini (difahami dari Hadits ini) seseorang boleh membicarakan dirinya untuk menampakkan nikmat Allah kepadanya dan mengenalkan (diri) kepada orang yang belum mengenal kadarnya (tingkatan/martabatnya) agar orang lain memposisikan dirinya pada posisi yang selayaknya dan selain tujuan tersebut dari pada tujuan-tujuan yang baik, bukan untuk membanggakan diri dan bermegah-megah.
Dan padanya (difahami dari Hadits ini) boleh takwil al-Quran dengan apa yang difahami dari isyarah-isyarah dan hanya sanya yang mungkin melakukan demikian (takwil) adalah orang-orang yang telah rasikh (tinggi/matang) “tumit”nya (keyakinannya.red) pada ilmu
Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari juz. VII, hal. 735, Maktabah Syamilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar