Sifat-sifat Yang Wajib Pada Allah I

Sifat-sifat Yang Wajib Pada Allah :

1. WUJUD

Sifat yang wajib pada Allah ada dua puluh sifat. Dua puluh sifat ini terbagi dalam empat kelompok, Nafsiyah, Salbiyah, Ma’any dan Ma’nawiyah. Sifat Nafsiyah adalah sebuah sifat yang terdapat pada sebuah zat yang tidak disebabkan adanya oleh sifat yang lain. Akal tidak dapat mencerna sebuah zat tanpa adanya sifat Nafsiyah. Yang termasuk dalam kelompok sifat Nafsiyah hanya satu sifat wajib yaitu WUJUD.

Wujud adalah sebuah sifat yang terdapat pada suatu zat selama zat tersebut ada. Jika dikatakan wujud Zaid, maka pengertiannya adalah sebuah sifat yang wajib ([pada akal] akal tidak menerima ketiadaannya) terdapat pada zat Zaid selama Zaid itu ada dan adanya sifat wujud Zaid bukan karena ada sifat yang lain pada zat Zaid. Artinya selama Zaid ada maka Zaid bersifat dengan wujud.

    Note : Wujud pada Zaid bukanlah wujud pada Allah, wujud Zaid huduts (tidak kekal) sedangkan wujud Allah qadim (kekal). Disini hanya penjelasan tentang definisi dari setiap sifat, bukan menyatakan bahwa sifat Allah sama dengan sifat makhluk. Contoh yang disebutkan hanya semata-mata bertujuan untuk mudah difahami maksud dari definisi sifat tersebut.

Dalil sifat wujud adalah huduts alam. Huduts adalah sebuah zat yang “ada”nya didahului oleh “tiada” atau lebih ringkas dikatakan “ada setelah tiada”, alam adalah segala sesuatu selain Allah. Huduts alam menjadi dalil terhadap wujud Allah karena akal tidak menerima bahwa alam “ada” dengan sendirinya tanpa ada pencipta. Kita contohkan alam dengan bumi. Bumi sebelum “ada” berada pada posisi yang sama antara “ada” dan “tiada”. Manakala bumi ini telah “ada” maka hilanglah “tiada” pada bumi, tentu akal tidak menerima jika “ada” pada bumi dan hilangnya “tiada” pada bumi terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menentukan bumi menjadi “ada” dan tanpa ada yang menghilangkan “tiada” pada bumi. Cara akal tidak dapat menerima bahwa bumi “ada” dengan sendirinya adalah; dua hal yang berada pada posisi yang sama tidak mungkin lebih kepada salah satu tanpa ada yang menentukan. Contohnya pimpina perusahaan mengatakan kepada kita “kamu berhak mendapat gaji Rp.100 atau Rp.200”. Posisi Rp.100 dan Rp.200 adalah sama sebelum kita menerima gaji. Saat kita menerima Rp.200 tentu ada alasannya, tidak mungkin (akal tidak menerimanya) tanpa ada sebuah alasan. Jadi DUA HAL YANG SAMA TIDAK MUNGKIN LEBIH KEPADA SALAH SATU TANPA ADA YANG MENENTUKAN.

Begitu juga “ada” dan “tiada” pada bumi, akal tidak dapat menerima bahwa secara tiba-tiba “ada” terdapat pada bumi dan “tiada” hilang dengan sendirinya dari pada bumi padahal antara “ada” dan “tiada” berada pada posisi yang sama sebelum bumi “ada”. Karena bumi telah “ada” maka pasti ada yang menentukan “ada” pada bumi dan menghilangkan “tiada” dari pada bumi. Yang menentukan “ada” pada bumi tidak lain kecuali tuhan, tiada tuhan kecuali Allah ‘azza wa jalla.

Kesimpulan dalil wujud. Alam adalah huduts (ada setelah tiada), setiap yang huduts perlu kepada muhdits (yang menentukan/menciptakan). Dari sini dapat kita fahami bahwa alam ada yang menciptakan. Artinya pencipta itu “ada” yaitu WUJUD. Jadi huduts alam menjadi dalil terhadap WUJUD ALLAH.

Dalil Naqli sifat Wujud diantaranya adalah :

(ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم و لا خمسة إلا هو سادسهم و لا أدنى من ذلك و لا أكثر إلا وهو معهم أينما كانوا (المجادلة : ٧

Artinya : Tiada pembicaraan rahasia diantara tiga orang melainkan Dia (Allah) yang keempatnya dan tiada pembicaraan diantara lima orang melainkan Dia-lah yang keenamnya dan tiada pembicaraan antara jumlah yang kurang dari dari itu atau lebih banyak melaikan Allah bersama mereka, dimanapun mereka berada (QS : al-Mujadalah : 58 : 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar