Wajib, Jaiz dan Mustahil Pada Akal
Untuk mengetahui i'tiqad lima puluh, harus diketahui terlebih dahulu wajib (pada akal), mustahil (pada akal) dan jaiz (pada akal). Karena itu mengetahui wajib, mustahil dan jaiz hukumnya juga wajib berdasarkan qaedah ما يتوقف عليه الواجب يكون واجبا “sesuatu yang terhenti atasnya wajib (pada syara’) maka sesuatu tersebut juga wajib (pada syara’)”
Wajib (pada akal) adalah sesuatu yang tidak diterima oleh akal “ketiadaannya”, seperti mengambil tempat kosong bagi sebuah jirm (ex: pohon, batu dll). Akal tidak menerima jika sebuah jirm tidak mengambil tempat yang kosong, artinya ia berada pada tempat jirm lain seperti batu A menempati tempat batu B. Akal tidak akan menerima ini, bahwa batu A menempati sebuah tempat yang telah ditempati batu B. Jika batu A berada diatas batu B, maka dikatakan batu A menempati tempat di atas batu B bukan pada tempat yang ditempati batu B. Jadi wajib pada akal sebuah jirm menempati tempat yang kosong.
Mustahil (pada akal) adalah sesuatu yang tidak diterima oleh akal wujud “adanya”, seperti seseorang tidak ada padanya gerak dan diam pada detik yang sama. Akal tidak menerima adanya (ada pada seseorang tidak bergerak dan tidak diam dalam satu waktu).
Jaiz (pada akal) adalah sesuatu yang dapat diterima oleh akal “ada” dan “tiadanya”, seperti “ada” dan “tiada” anak bagi zaid. Akal menerima bahwa zaid mempunyai anak, dan akal juga menerima bahwa zaid tidak mempunyai anak.
Perlu diperhatikan bahwa wajib pada syara’ (agama) berbeda dengan wajib pada akal. Wajib pada syara’, seperti “ wajib terhadap muslim shalat lima waktu”, arti wajib disini adalah wajib pada syara’ yaitu mendapat fahala jika dekerjakan dan mendapat dosa jika ditinggalkan. Kalimat wajib yang dimaksudkan dalam pembahasan selanjutnya adalah wajib pada akal, bukan wajib pada syara’.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar